Tak Ada Pr Di Finlandia Mitos Yang Telanjur Populer

Info Populer 2022

Tak Ada Pr Di Finlandia Mitos Yang Telanjur Populer

Tak Ada Pr Di Finlandia Mitos Yang Telanjur Populer
Tak Ada Pr Di Finlandia Mitos Yang Telanjur Populer
Di Finlandia para guru menawarkan PR yang tidak berat.
Selama ini masyarakat Indonesia cukup banyak membaca dan melihat info mengenai nyamannya bersekolah di Finlandia. Begitu banyak ulasan di Facebook atau Youtube mengenai Finlandia. Beberapa dari kita mungkin juga penasaran, apakah benar di sana murid-murid tidak diberi PR?

Tak heran, banyak yang ingin tau perihal pendidikan di negara kecil dengan jumlah total penduduk tak lebih dari 6 juta orang tersebut. Siswa-siswa Finlandia selalu memperoleh peringkat atas pada tes PISA atau Programme for International Student Assessment.

Timothy D. Walker, dalam buku terbarunya Teach Like Finland atau Mengajar ibarat Finlandia menyampaikan itu yakni mitos yang telanjur populer. Menurut Tim, itu tidak benar, para siswa tetap mendapat PR, namun diberikan dengan sangat memperhitungkan tingkat kesulitannya.

Seperti yang lansir dari Kompas (26/01/18), para guru menawarkan PR yang tidak berat, bahkan rata-rata sanggup dikerjakan dalam waktu 30 menit saja. Intinya, mereka ingin para siswa benar-benar mendapat istirahat yang cukup sepulang sekolah, dan sanggup melanjutkan acara yang lain.

Sekolah dan masyarakat Finlandia bekerja sama untuk mengupayakan siswa-siswa yang mandiri. Percayalah, Anda akan terkaget-kaget melihat siswa SD yang pergi-pulang sekolah sendirian, naik bus atau kereta. Dari semangat sanggup bangkit diatas kaki sendiri itulah para siswa terbiasa untuk berpikir dengan cermat, bahkan menembus batasannya.

Tim menggarisbawahi bahwa esensi pendidikan yang sewajarnya berjalan seiring dengan prinsip universal hidup bagi masing-masing orang. Kebahagiaan diberi daerah yang utama dalam kurikulum di Finlandia. Sistem pendidikan yang membahagiakan menjadi fokusnya. Anak yang bangga mempelajari banyak hal dengan enteng.

Orang Indonesia tentu sering mendengar banyak orang bau tanah atau guru yang "memaksa" anak untuk bisa menguasai banyak hal di luar kemampuannya. Anak-anak pun bekerja dengan tanpa henti, mencar ilmu dengan tergesa-gesa. Akibatnya pendidikan berjalan dengan terpaksa lantaran lebih ibarat sebuah siksaan. Pendidikan menjadi tidak menyenangkan.
Advertisement

Iklan Sidebar